Mengejutkan
dan memprihatinkan, ternyata ratusan siswi dan mahasiswi Kabupaten
Ponorogo, Jatim, terjun ke dunia prostitusi. Padahal, Kabupaten Ponorogo
dikenal sebagai kota seribu pondok pesantren, kental dengan kehidupan
keagamaan. Ternyata, berlangsung sejak lama sejak beberapa tahun
terakhir.
“Kesimpulan itu, hasil dari penelitian
selama beberapa bulan terakhir ini, membuat kami kaget atau terbelalak.
Ternyata, dunia prostitusi disini, mulai dirambah anak-anak muda
khususnya mahasiswi, siswi tingkat SMU dan ada juga status SMP,” jelas
Direktur LSM Derap Ayu Dyah Wulandari, kepada wartawan, Ahad (1/3).
Ia menyatakan jumlah ditemukan mencapai
200 anak lebih, hal sekaligus mementahkan anggapan dunia prostitusi
didominasi wanita dewasa. Kini, ‘diramaikan’ mereka berstatus pelajar
dan mahasiswi, dikemas dengan sangat rapi serta tidak mudah untuk bisa
membawanya.
Soal alasan terjun ke dunia prostitusi,
tambahnya, terbanyak akibat disakiti pria seperti pacar maupun teman
akrab, lalu mereka melampiaskan cara balas dendam. Disusul, ingin
memiliki penampilan mewah seperti punya motor terbaru, mobil hingga
telepon seluler terbaru atau terkini, terakhir ingin mencari nafkah
tambahan.
Data itu, didukung hasil temuan PMI
setempat, sebanyak 4 orang berstatus pelajar dinyatakan positif mengidap
HIV/Aids. “Mereka ditemukan positif mengidap HIV/Aids, saat melakukan
cek darah. Atas temuan itu, dilaporkan ke Dinas Kesehatan, 4 pelajar itu
kini dalam pengawasan,” ujar Kepala UTD PMI Cabang Ponorogo Suparto.
Menanggapi fenomena itu, Ketua Komisi X
(Bidang Pendidikan) DPR-RI Heri Achmadi menyatakan sebagai salah satu
kegagalan dunia pendidikan, karena kurikulum diberikan tidak lagi
mengedepankan tingkat perilaku baik kepada pelajar. Sekolah tidak
ubahnya seperti lembaga kursus atau tempat untuk mendapatkan ijasah
semata.
“Kami dari komisi X, sering
menyampaikan kepada pemerintah agar ditambahkan program penilaian budi
pekerti dan ahklaq, memiliki konsekwensinya kembali kepada para guru.
Diusulkan juga, mata pelajaran dalam ujian nasional perlu ditambah
dengan perilaku para siswa,” ujar pria kelahiran Ponorogo ini.
Ia juga menilai sisi lain membuat
perkembangan anak menjadi merosot, akibat tayangan televisi yang tidak
mendidik. Peran guru dan orang tua juga harus maksimal menekan pengaruh
negatif. “Orangtua jangan melepaskan perhatian dan merasa cukup
ditumpukan kepada guru,” tandasnya.
0 komentar:
Post a Comment