Sunday, October 21, 2012

Minggu, 21-10-2012 RSS Feed Rahmah Hasjim Adakah Hukum Karma dalam Islam?


Seorang teman baru saja bercerita bahwa putranya wafat dalam usia 8 tahun tanpa sempat menikmati kehidupan seperti layaknya anak-anak. Sejak lahir sang putra tidak memiliki tulang belakang yang menyangga tubuh sehingga tak mampu duduk apalagi berdiri. Sepanjang hidup, putranya hanya berbaring di tempat tidur. Jika pun ingin duduk harus menyandar pada orang dewasa. Jika bepergian cukup digendong sebagaimana kita menggendong ransel. Saya tentu saja merasa sangat prihatin mendengar ceritanya. Tapi saya kemudian menjadi terkejut ketika teman ini bertanya “Apakah ada yang namanya hukum karma dalam Islam?”. Tentu ini bukan pertanyaan mudah karena saya bukan seorang ahli agama Islam. Sepanjang pengetahuan saya, hukum karma dipercaya teman-teman yang beragama Hindu.

Saya mencoba bertanya balik mengapa teman saya sampai pada pertanyaan itu. Katanya, sejak sebelum menikah dia sudah minta suaminya berusaha mencari pekerjaan lain karena status suami yang seorang penentu proyek pada sebuah instansi memungkinkan suaminya mendapat uang dengan cara yang aneh.
Mengapa aneh? Ya. Sang suami mendapat fee lumayan besar setiap kali kontraktor rekanan kantornya mengajukan proyek pembangunan maupun perbaikan jalan. Dengan tandatangannya, sebuah proyek ditentukan jalan atau tidak. Dan sang suami tak pernah mampu menolak tawaran fee yang menggiurkan meski secara kasat mata nampak jelas biaya yang diajukan tak sepadan dengan kemungkinan hasil yang didapat. Maksudnya, sang suami tahu persis dengan nilai proyek itu sebuah ruas jalan akan dibangun dengan panjang dan kualitas tertentu tapi pada realitanya ruas jalan lebih pendek dan kualitas jalan itu tak bertahan lama.
Sebagai istri, teman saya ini takut sekali jika uang-uang yang didapat sang suami akan membawa akibat buruk pada kehidupan mereka nantinya. Karena itu teman saya berulangkali meminta sang suami mencari pekerjaan lain yang lebih jelas dan lebih halal uangnya. Tapi selalu saja ketakutan teman saya itu tak digubris. Bahkan sang suami mentertawainya dengan mengatakan “Nggak mungkin uang yang saya dapat membawa akibat buruk bagi kita. Bahkan kita bisa membeli apa yang kita inginkan selama ini ya karena adanya uang itu”.
Ketika teman saya hamil, sekali lagi dia minta suaminya pindah kerja karena khawatir anaknya akan menerima akibat buruk dari uang yang tak jelas itu. Tapi usahanya sia-sia. Ketika teman ini melahirkan dan mendapati kenyataan sang putra terlahir dengan kondisi begitu mengenaskan, sang suami justru menyalahkan dan menuduhnya telah membuat bayi mereka cacat.
Mendengar cerita ini, saya makin terdiam. Sekilas saya ingat petuah kyai di tempat saya belajar dulu bahwa kita harus pastikan uang yang kita gunakan untuk makan benar-benar halal karena setiap makanan akan menjadi darah dan daging di tubuh dan akan mempengaruhi karakter seseorang.
Kepada teman ini, saya yakinkan bahwa Tuhan yang selalu Maha Pengasih tak akan memberi sesuatu di luar kesanggupan kita menanggungnya. Maka kita harus belajar berpikir positif kepada Tuhan bahwa dengan kejadian yang kita anggap buruk ini, sebenarnya Tuhan hanya sedang membantu kita untuk menjadi lebih kuat. Bukankah ada pepatah yang mengatakan “sesuatu yang tidak membunuhmu, hanya akan menjadikanmu lebih kuat”?
Di rumah saya mencoba mencari sebuah ayat Qur’an yang sepanjang jalan pulang tadi menari-nari di kepala terkait dengan pertanyaannya tentang hukum karma. Dan saya menemukan ayat ini : Karena itu barangsiapa yang mengerjakan kebaikan meski seberat debu, dia pasti akan melihatnya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan meski seberat atom pun, dia pasti akan melihat (balasan) nya pula” (Q.S.99: 7 & 8).
Saya tak tahu apakah kedua ayat di atas bisa diartikan bahwa hukum karma juga dipercaya dalam Islam. Tetapi saya kira kedua ayat tersebut dengan sangat jelas menggambarkan tentang hukum sebab akibat dan pastinya Tuhan ingin kita selalu berhati-hati dalam berpikir dan bertindak baik pada Nya, pada diri sendiri apalagi pada orang lain karena semua yang kita lakukan selalu saja kembali pada diri kita. Bukankah siapa menabur angin akan menuai badai?

Wallahu a’lam

0 komentar:

Post a Comment